Oleh Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag.
Ibadah haji merupakan rukun Islam terakhir. Banyak umat Islam mendamba bisa melaksanakan rukun Islam ini. Mereka berniat untuk menyempurnakan agama Islam ini dengan menunaikan semua rukunnya. Ibadah haji dianggap sebagai ibadah yang merupakan rahasia Allah swt. Semua orang boleh berniat dan merencanakan, tetapi Allah swt yang memiliki kuasa penuh untuk memanggil hamba-Nya ke tanah suci.
Ibadah haji juga dianggap sebagai rukun Islam yang cukup berat. Haji dianjurkan bagi yang mampu. Seseorang yang belum memiliki kemampuan finansial dan kesiapan yang matang, memang tidak diwajibkan untuk berhaji. Sebab ibadah haji memerlukan kesiapan mental, spiritual dan material yang cukup untuk melaksanakannya dengan baik.
Setiap umat Islam yang melaksanakan ibadah haji mendamba predikat “Haji Mabrur” atau haji yang diterima Allah SWT. Untuk mencapai predikat “Mabrur” inilah, para jamaah haii berusaha menunaikan rukun-rukun dalam ibadah haji dengan sebaik-baiknya.
Ibadah haji secara sekilas memang ibadah pribadi. Namun bila kita tilik dari proses pendaftaran sampai selesai, ibadah haji tetap didukung oleh banyak orang, banyak pihak, sampai negara yang turut serta berperan dalam banyak hal agar ibadah haji ini lancar dan memberikan kenyamanan sebaik mungkin bagi para jamaah.
Setiap tahun penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia selalu menjadi sorotan rakyat Indonesia hingga dunia. Indonesia menjadi sorotan sebab hampir setiap tahunnya jamaah haji di Indonesia terus bertambah. Pada tahun 2024, Indonesia mendapatkan kuota haji sebanyak 241.000, ini merupakan kuota tertinggi sepanjang sejarah haji. Jumlah ini sudah termasuk kuota tambahan 20.000 yang terdiri dari 10.000 jamaah haji reguler dan 10.000 untuk jamaah haji khusus.
Evaluasi dan Perbaikan Pelayanan
Pelayanan dalam ibadah haji yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi dan Indonesia didasari oleh keyakinan penuh bahwa seorang calon jamaah haji adalah “tamu Allah swt”. Sebagai tamu Allah itulah, jamaah haji dari seluruh dunia wajib diberikan pelayanan maksimal agar memudahkan mereka menjalankan rukun-rukunnya dengan khusyuk, khidmat dan lancar.
Pemerintah selaku penyelenggara ibadah haji di Indonesia memiliki kewajiban atas keselamatan, kenyamanan dan kelancaran ibadah haji seluruh jamaah haji Indonesia sejak proses keberangkatan, saat beribadah di tanah suci hingga pulang kembali ke Indonesia. Dengan tugas dan tanggungjawab yang tidak mudah itulah, pemerintah selalu melakukan inovasi dan terobosan dalam hal pelayanan kepada jamaah haji Indonesia. Baik dari segi pengantaran, penyambutan, hingga pelayanan pada saat pelaksanaan ibadah haji di sana. Dari sisi catering, penginapan, hingga memastikan keselamatan jamaah haji saat beribadah di sana.
Kementrian Agama, melalui PPIH [Petugas Penyelenggara Ibadah Haji] Indonesia berusaha semaksimal mungkin melayani sepenuh hati para jamaah haji Indonesia. Pemerintah setiap tahun mengevaluasi penyelenggaraan haji agar menjadi lebih baik lagi. Pertimbangan utama adalah pelayanan keselamatan jamaah haji serta kenyamanan para jamaah melaksanakan haji dengan tertib dan khusyuk.
Pada tahun 2024 ini pemerintah memberangkatkan jamaah haji lansia kurang lebih sekitar 45.678 [Kemenag,2024]. Untuk saat ini, pemerintah mengusung tema haji ramah lansia dan disabilitas, sebuah tema pelyanan haji yang sangat humanis sebagai komitmen pelyanan haji for all. Tema ini tentu bertujuan untuk meningkatkan pelaynan dan mengoptimalkan penyelenggaraan ibadah haji para jamaah lansia dan disabilitas ini, hal ini dibuktikan oleh pemerintah dengan merekrut sebanyak 890 calon petugas haji Arab Saudi.
Terobosan Baru
Sistem penyelenggaraan ibadah haji di tahun 2024 kali ini dinilai memiliki terobosan penting dalam penyelenggaraan haji pada masa-masa mendatang. Pemerintah melalui Kemenag melakukan dua terobosan penting dalam upaya mengawal dan mensukseskan penyelenggaraan haji di tahun ini dan tahun mendatang. Dua inovasi itu diantaranya; aplikasi kawal haji dan skema murur.
Pertama, aplikasi kawal haji memudahkan petugas haji dan jamaah melaporkan masalah dalam penyelenggaraan ibadah haji. Dengan aplikasi tersebut, pemerintah maupun petugas jamaah haji bisa mendeteksi masalah dan segera menanganinya. Layanan ini tentu sangat efektif dan efisien dalam memecahkan persoalan-persoalan haji jika dibandingkan dengan layanan sebelumnya yang masih manual dan konvensional.
Kedua, skema murur adalah bermalam di Muzdalifah dengan cara melintas setelah wukuf di Arafah. Jamaah haji lansia dan disabilitas bisa tetap di dalam bus tanpa turun. Banyak ulama menyatakan bahwa bermalam di Muzdalifah hukumnya wajib. Namun setelah dikaji, ada juga ulama yang menyatakan bahwa bermalam di Muzdalifah tidak wajib melainkan hukumnya sunnah, dan bila ditinggalkan tidak harus membayar dam [denda].
Skema murur ini diambil pemerintah dengan pertimbangan keselamatan jemaah. Selain kendala macet dan kepadatan jamaah haji yang memenuhi Muzdalifah. Karena kemacetan dan kepadatan itulah, jamaah haji bisa rentan mengalami kecelakaan, jatuh sakit hingga meninggal karena sesak dan padatnya jamaah di Muzdalifah.
Mayoritas ulama Indonesia baik dari Muhammadiyah juga Nahdlatul Ulama turut mendukung skema murur ini karena dipandang dalam kondisi darurat maupun macet. Pertimbangan lainnya, di Muzdalifah juga sedang dibangun toilet untuk memenuhi fasilitas jamaah di sana, sehingga jalanan di Muzdalifah semakin sempit.
Kementrian Agama melalui Direktorat Penyelenggaraan Ibadah Haji memandang skema murur ini membantu bagi para jamaah haji lansia dan juga disabilitas. Dengan skema murur dan juga inovasi pelayanan ibadah haji melalui aplikasi kawal haji, pemerintah berharap tidak ada korban meninggal saat melaksanakan ibadah haji.
Inovasi dalam layanan ibadah haji ini sangat membantu para jamaah haji pada tahun 2024 ini. Dengan kedua inovasi dan terobosan baru tersebut di atas dalam layanan ibadah haji, pemerintah bisa turut melayani jamaah haji Indonesia dengan lebih nyaman, tenang dan lebih baik lagi di masa mendatang. Harapannya, para jamaah bisa melaksanakan rukun haji dengan nyaman, aman dan tenang. Sehingga mereka mendapat predikat haji “mabrur”.