Oleh Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag.
Kehidupan rohani atau spiritualitas adalah semacam fitrah bawaan. Dan kecenderungan manusia terhadap hal-hal nonmaterial seperti pengetahuan, kebijaksanaan, kebenaran moral, keindahan dan kesucian dan ibadah.
Inilah yang membedakan antara manusia dan makhluk lainnya. Demikian menurut intelektual muslim Iran, Mutahhari. Menurut pemikiran Islam, keunggulan rohani/spiritual bagi manusia hanya mungkin dengan mendekati Tuhan. Indikasi umum kesehatan rohani/spiritual meliputi perasaan positif dan negatif, ibadah, etika, perasaan didukung oleh dan terhubung dengan kekuatan ilahi.
Kemurnian dan kesucian makanan adalah salah satu prosedur kerja yang wajib terpenuhi dalam memberikan nutrisi rohani. Dalam Al-Qur’an, Tuhan sangat menekankan pentingnya kemurnian makanan (halal thayyibah, Al-Baqarah: 168). Istilah thayyibah berasal dari kata tuba yang berarti baik, enak, manis, murni, bersih dan tidak tercemar oleh hal-hal yang keji.
Makanan yang murni disebut makanan yang diinginkan oleh fitrah manusia yang sehat. Kebalikannya adalah najis, keadaan yang membenci fitrah manusia. Murni berarti membersihkan barang dari hal-hal yang najis. Jadi makanan yang bersih adalah makanan yang berasal dari bahan yang bersih dan tidak terkontaminasi, sehingga selain menghilangkan rasa lapar juga menjaga kesehatan manusia.
Dalam definisi lain, pangan yang murni adalah pangan yang dihasilkan dari bahan yang halal dan jauh dari pencemaran serta bukan merupakan sumber penyakit bagi konsumennya. Selain itu, ia memiliki unsur penyegar dan bermanfaat bagi kesehatan jasmani dan rohani. Tujuan seperti itu ditekankan dalam Islam dengan berbagai pedoman, seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, mencuci buah sebelum makan dan juga menghindari makan daging mentah.
Makanan Halal
Ajaran Al-Qur’an menggarisbawahi pentingnya makanan halal dan menjauhi makanan haram, karena keduanya sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa. Makanan halal adalah makanan yang diperbolehkan untuk dikonsumsi dan tidak diikuti dengan hukuman. Lawan dari makanan halal adalah makanan haram; makanan haram jika dikonsumsi membuat seseorang berdosa. Mengonsumsi makanan haram menyebabkan siksa di Hari Akhir dan terkadang dirasakan di dunia ini juga.
Allah berfirman:
“Makanlah dari yang halal dan baik yang diberikan Allah kepadamu” (al-Nahl: 114).
“Daging domba, sapi, unta dan ikan laut adalah sebagian dari contoh makanan halal” (al-Maidah: 96).
Nutrisi jiwa juga berupa upaya kita menghindari hal-hal yang tidak dapat diganggu gugat. Sebagian berkaitan dengan jenis makanan dan minuman tertentu, dan sebagian lagi tentang cara memperoleh dan memakannya. Menurut Al-Qur’an, makanan haram ada dua jenis, apa yang pada dasarnya haram seperti minuman anggur beralkohol, daging babi, darah dan bangkai; dan sesembelihan bukan karena nama Allah.
Sisi lain yang perlu diperhatikan terkait dengan nutrisi jiwa adalah keamanan dan ketahanan pangan. Keamanan dan ketahanan pangan ialah ketika semua orang, setiap saat memiliki akses fisik, sosial dan ekonomi ke makanan yang cukup, layak, aman dan bergizi, juga memenuhi kebutuhan diet dan preferensi makanan untuk mempertahankan kehidupan yang aktif dan sehat.
Teks-teks Islam telah menekankan keamanan dan ketahanan pangan untuk meraih kebahagiaan rohani/spiritual. Dalam salah satu ayat Al-Qur’an Allah berfirman:
“Dia Allah yang menjadikan tanaman-tanaman yang merambat dan tidak merambat, kurma, tanaman yang beraneka ragam rasanya, zaitun dan delima yang serupa dan tidak serupa. Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya pada waktu memanen, namun janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan” (al-An`am: 141).
Selain itu, dalam ayat lain Allah menyebut bahwa memberi makan kepada orang miskin adalah untuk menumbuhkan kehidupan rohani dan kehidupan hari akhir (al-Baqarah: 254).
Dalam hadits disebutkan bahwa puasa (pantang makan dan minum) menyebabkan kesehatan fisik manusia. “Berpuasalah agar kalian sehat” (HR. Tabrani).
Demikianlah wasathiyyah dalam Islam yang berkenaan dengan memelihara jiwa. Kebutuhan dan kesehatan jiwa perlu dijaga melalui pemenuhannya baik pada aspek jasmani-fisiologis maupun rohani-spiritual. Keduanya sama-sama penting, sehingga Islam sangat menegaskan keseimbangan dalam memenuhi dua kebutuhan itu secara bersama-sama. (habis)
Tulisan ini juga dimuat di Kolom Publika Solopos